Sabtu, 28 Februari 2009

MENGANTISIPASI KEGAGALAN RSBI

PROGRAM Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) lahir didasarkan pada ketentuan undang-undang sistem pendidikan nasional (UU no 20 tahun 2003) pasal 50 ayat 3 yang menyatakan pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Untuk memenuhi ketentuan ini, depdiknas khususnya direktorat jenderal manajemen pendidikan dasar dan menengah telah merintis beberapa sekolah yang diharapkan mampu menerapkan standar mutu menuju sekolah bertaraf internasional.Sekolah bertaraf internasional (SBI) adalah sekolah yang memenuhi standar nasional pendidikan (SNP) serta mempunyai keunggulan yang merujuk pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional. Secara singkat rumus SBI= SNP+X. Unsur X mencakup adoptif dan adaptif kurikulum berstandar internasional.Selama ini, direktorat menunjuk sekolah-sekolah yang dianggap unggul di tingkat kabupaten/kota dicoba sebagai sekolah rintisan menuju sekolah bertaraf internasional. Harapannya, sekolah unggul ini mampu memenuhi kriteria standar nasional pendidikan (SNP) secara mantap sehingga tinggal mengembangkan unsur X-nya saja. RSBI agar benar-benar menjadi SBI diberi kesempatan menyiapkan dirinya selama lima tahun. Tahun 2008 ini sudah menjadi rintisan tahun yang ketiga, sehingga untuk melepas huruf ‘R’ yakni status rintisan tinggal dua tahun lagi.Hasil evaluasi RSBI, khususnya tingkat SMA tahun 2008 belum menghasilkan produk yang memuaskan. Dari 196 sekolah yang ditunjuk level A sebanyak 33 sekolah (16,6 persen), level B 149 (75,2 persen) dan level C 16 (8,2 persen). Kinerja sekolah hasil evaluasi tahun 2008 pada sembilan pilar mutu masih jauh dari standar yang diharapkan. Komponen dan aspek pengelolaan 78,06 persen, akreditasi 48,10 persen, kurikulum 72,74 persen, proses pembelajaran 74,40 persen, penilaian 69,33 persen, pendidik 71,68 persen, tenaga kependidikan 69, 02 persen, sarana dan prasarana 73, 41 persen dan pembiayaan 71,94 persen.Target kinerja program ini selama lima tahun dari sekolah yang ditunjuk telah memenuhi SNP 100 persen, meraih akreditasi A dengan predikat amat baik dengan nilai minimal 95. Sekolah mampu meluluskan 100 persen dengan nilai rata-rata di atas standar nasional. Selain itu sekolah mampu menerapkan manajemen berstandar ISO, 100 SMA telah meraih prestasi tertentu dalam kompetisi tingkat internasional, 75 persen dari seluruh jumlah lulusan sekolah rintisan ini masuk perguruan tinggi bertaraf internasional baik di dalam maupun di luar negeri.Melihat target program dengan hasil yang telah dicapai selama tiga tahun ini, sekolah rintisan akan memikul beban yang tidak ringan. Persoalan yang dihadapi RSBI menyangkut berbagai aspek. Meskipun baru menerapkan bidang IPA, namun bila dituntut harus berbasis ICT, menggunakan pengantar bahasa Inggris bukan pekerjaan yang ringan. Menyadari tinggal dua tahun lagi, maka sekolah rintisan harus berani mengoptimalkan fungsi komponen RSBI yang ada di sekolah. Pemenuhan sarana dan prasarana pembelajaran sudah menjadi keharusan wajib bagi setiap guru MIPA dan bahasa Inggris. Tersedianya fasilitas laboratorium, laptop bagi setiap guru MIPA sudah menjadi keharusan bila tidak ingin ke-tinggalan. Pemberdayaan guru, sekaligus perhatian kesejahteraan tampaknya tidak dapat ditunda-tunda lagi. Sangat dikawatirkan bila kinerja kru RSBI tidak maksimal, program yang telah menelan dana miliaran rupiah ini akan berhenti di tengah jalan atau bahkan gagal total.Relokasi RSBI kini semakin gencar dikumandangkan. Namun sekolah yang dianggap unggul di daerah, ada wacana menarik RSBI. Bahkan akan berhasil bila pemerintah daerah (kabupaten/kota) berani merelokasi rintisan sekolah bertaraf internasional di daerahnya. Ini berarti pemerintah kabupaten/kota harus membangun unit satuan pendidikan yang serba baru. Lokasi, luas bangunan, gedung, sarana, tenaga pendidik, tata usaha dan seluruh komponen yang terkait dengan RSBI harus benar-benar baru dan siap.Bila hal ini ditempuh, sangat mungkin penyediaan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dapat diseleksi secara ketat. Selama ini kelemahan RSBI tidak sekadar berkutat pada sarana dan prasarana, namun lebih banyak pada kurangnya penyediaan SDM yang handal di masing-masing sekolah rintisan. Untuk menggapai label SBI memang bukan pekerjaan gampang. Selain lokasi sekolah yang luas dan memadai, kebutuhan sarana sekolah, entah itu perpustakaan, laboratorium, SDM memang harus benar-benar bermutu tinggi. Hal yang yang tidak boleh diabaikan menyangkut soal manajemen yang transparan, sehat dan obyektif.Menyadari pentingnya kualitas SDM merupakan kunci pokok keberhasilan SBI, maka sa-ngat perlu ditempuh penjaring-an secara ketat dan obyektif. Pengangkatan guru dan kepala sekolah harus benar-benar berdasar prestasi kerja, kemampuan dan tingkat profesionalitasnya. Budaya comot harus ditinggal jauh-jauh bila menghendaki SBI dapat terwujud.Menyadari waktu sekolah rintisan tinggal sebentar, maka seluruh komponen pendidikan harus berani kerja keras untuk mampu mewujudkan kriteria yang telah ditentukan. Dan bila tidak, kegagalan ada di depan kita. (*)

*Oleh: Kusmin
Guru SMA 1 Salatiga

PRESENTASI KE SMP NEGERI 1 PECANGAAN JEPARA

Kota Jepara terkenal dengan ukirannya. Kota ini terletak kira-kira 100 Km di sebelah utara Semarang. Di pinggiran Jepara yang berbatasan dengan Kabupaten Demak terdapat sebuah daerah yang disebut Pecangaan. Dan disana ada sebuah sekolah yang sangat potensial kalau dilihat dari semangat guru yang mengajar dan juga prestasi siswanya.
Awalnya saya bisa tahu mengenai sekolah ini adalah melalu teman baik saya, Bp. Sudar, seorang guru fisika yang luar biasa, berprestasi hingga tingkat nasional dan sangat suka menolong serta berbagi ilmu. Beliau mengajar di SMP Negeri 2 Demak.
Kontak dengan koordinator di SMP tersebut pun saya peroleh, yaitu dengan Ibu Sari. Dalam perkembangan selanjutnya, saya juga berkomunikasi dengan Bp. Kirno yang saat ini telah menjadi Kepala Sekolah di daerah Jepara. Saya juga menjalin komunikasi dengan Bp. Irnanta, seorang guru seni rupa.
Akhrinya saya memperoleh kesempatan untuk memperkenalkan program saya kepada guru-guru di SMP Negeri 1 Pecangaan Jepara, yaitu pada hari Jum’at, 27 Februari 2009 pukul 08.00. Ada sedikit tantangan karena pada percakapan telpon yang terakhir dengan Bp Irnanta, beliau berkata “…kalau nanti ternyata para rekan guru tidak berkenan dengan program yang Bapak sampaikan bagaimana …. ?”
Lalu saya jawab, silahkan hubungan kerja ini bisa diputuskan kapan saja diinginkan oleh pihak Pak Irnanta apabila ternyata nanti program saya ini kurang menarik bagi rekan guru di sekolah tersebut.
Saya menuju ke sekolah tersebut pada pagi hari pukul 06.17 dengan menempuh medan yang cukup melelahkan, jalan berlubang dan berdebu. Kondisi jalan yang berlumpur membuat motor yang saya naiki seperti peserta rally Paris – Dakar, bisa Anda bayangkan sendiri. Akhirnya sampai juga di sekolah tersebut, pada pukul 07.45, hampir 2 jam.
Saya bisa mengetahui bangunan depan sekolah itu karena saya sudah melihat terlebih dahulu website mereka. Cukup mewah memang untuk ukuran sebuah kecamatan. Saya parkirkan motor saya yang sudah nggak karuan bentuknya itu karena sudah mandi lumpur. Saya masuk lewat pintu depan dan betapa kagetnya saya setelah melihat di halaman dalamnya, ternyata sekolah ini hampir sama dengan kebanyakan sekolah lainnya, bangunannya ternyata tidak semegah bangunan yang tampak dari depan sekolah ini.
Ada beberapa ruangan yang sedang direnovasi. Memang kelihatannya sekolah ini sedang mempercantik diri. Pelan-pelan mungkin, dimulai dari yang depan dulu. Tapi ada hal lain yang berbeda di sekolah ini. Pada hari Jum’at. Jam pelajaran ke-1 hingga ke-3 dipergunakan untuk mengembangkan diri bagi semua siswanya. Ada yang menari, pencak silat, judo, olahraga, musik, semuanya sedang asyik berlatih.
Setelah saatnya tiba, saya dipersilahkan untuk masuk ke salah satu ruangan kelas bilingual mereka yang cukup nyaman dan saya menawarkan program saya kepada para guru di sekolah tersebut yang kalau dihitung jumlahnya mendekati 20 guru di ruangan itu. Semua program saya sampaikan .
Setelah presentasi selesai karena para guru harus masuk ke kelas mereka masing-masing, Ibu Sari menginformasikan bahwa rekan-rekan guru tertarik terhadap presentasi saya dan program ini akan dicoba untuk dimulai pada hari Jum’at pukul 10.45 minggu depan.

PRESENTASI DI SMP NEGERI 3 MRANGGEN

Jum'at, 20 Februari 2009 saya sudah membuat janji dengan Bp. Ramli, Koordinator RSBI di SMP Negeri 3 Mranggen. Tepat pukul 09.00 saya tiba disana dan disambut dengan sangat baik. Kemudian saya dipersilahkan untuk memberikan presentasi di depan beberapa guru di ruangan multimedia.
Pada kesempatan itu saya menjelaskan mengenai :
TAHAPAN PROGRAM :
Program yang saya tawarkan terdiri dari 3 tahap, yaitu : Tahap I , Tahap II dan Tahap Pendampingan.
Tahap I :
akan disajikan selama 10 x 120 menit. Peserta pada tahap ini bisa diikuti oleh berapa pun guru yang berminat, dari semua mata pelajaran. Sebetulnya sih program yang saya tawarkan ini hanya untuk guru mata pelajaran Sains, Matematika dan TIK. Tapi kalau guru mata pelajaran lain kepingin ikut masak dilarang ?
Tercatat yang mengikuti program ini adalah guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, Bahasa Indonesia, IPA, Pendidikan Agama Kristen, dan Bimbingan Karier.
Target pada Tahap I ini adalah para peserta sudah bisa lancar untuk berkomunikasi sehari-hari di lingkungan sekolah tetapi penekanan Pronunciationnya belum begitu dipoles.
Tahap II :
akan disajikan selama 10 x 120 menit. Peserta pada tahap ini hanya diikuti oleh guru mata pelajaran sains, Matematika dan TIK karena memang sifatnya sudah khusus. Pada tahap ini sudah didiskusikan materi teknis dari mata pelajaran tersebut. Selain itu, kemampuan pronunciation sudah dipoles sedemikian rupa sehingga mempunyai nilai lebih.
Tahap Pendampingan :
Pada Tahap ini dibicarakan tentang konsultasi Lesson Plan atau sering dikenal dengan RP untuk mata pelajaran sains, matematika dan TIK.

Pada acara ini saya juga memberikan praktek mengajar yang nantinya akan saya sampaikan kepada peserta.

Alhamdulillah, setelah acara selesai kelihatannya mereka tertarik dengan presentasi yang saya bawakan. Doa kan ya agar saya berhasil untuk mendampingi para guru di SMP Negeri 3 Mranggen ini agar para guru disini bisa melakukan pembelajaran dengan menggunakan Bahasa Inggris kepada semua murid-muridnya. Demi anak bangsa.....

Selasa, 17 Februari 2009

Lokakarya Pembuatan Program TOT Untuk Guru Pemandu IPA Jateng

Pada hari Kamis, 12 Februari 2009 hingga Sabtu, 14 February 2009, sejumlah guru dari berbagai sekolah di Jateng, dari tingkat SD, SMP, SMA dan SMK mengikuti Lokakarya ini. Lokakarya ini dimaksudkan untuk merancang program-program TOT agar materi yang nantinya akan diberikan oleh LPMP Jateng benar-benar sesuai dengan yang dibutuhkan.Dari pengalaman Guru Pemandu di daerah, ternyata ada tuntutan dari para guru IPA untuk menguasai Bahasa Inggris dalam pembelajaran IPA.Oleh karena itu untuk Bidang Studi IPA, kami mengusulkan adanya materi tentang penguasaan Bahasa Inggris bagi guru-guru IPA agar mereka nantinya bisa melakukan proses belajar mengajar IPA dengan menggunakan Bahasa Inggris di dalam kelas mereka. Apalagi saat ini kita melihat fenomena semakin bermunculan sekolah-sekolah yang menyelenggarakan konsep bilingual, immersi dan Rintisan Sekolah Bertaraf International.Bagi sekolah-sekolah yang ingin merintis ke arah RSBI diharapkan untuk segera mempersiapkan SDM nya, terutama untuk bidang studi Matematika, IPA dan ICT agar nantinya mempunyai kompetensi untuk menyampaikan pelajaran di depan kelas dengan menggunakan Bahasa Inggris.

Sabtu, 14 Februari 2009

Pembelajaran Matematika dan IPA dalam Bahasa Inggris


A. Latar Belakang

Pada umumnya disadari bahwa penguasaan Bahasa Inggris sebagian besar masyarakat Indonesia, sangat rendah, termasuk rendahnya kemampuan berbahasa Inggris tersebut dapat dilihat dari terbatasnya kemampuan mereka berkomunikasi dalam bahasa Inggris baik secara lisan maupun tertulis dan secara pasif maupun aktif. Lemahnya penguasaan Bahasa Inggris tersebut mengindikasikan kurang berhasilnya pembelajaran bahasa Inggris di sekolah. Di lain pihak, diakui bahwa penguasaan bahasa Inggris merupakan keharusan bagi bangsa Indonesia agar bangsa ini dapat memainkan perannya di dunia internasional secara optimal dan tidak semakin ketinggalan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Sebagaimana diketahui, sebagian besar ilmu, seperti matematika, fisika, biologi, kimia, dan teknologi (komunikasi, manufaktur, konstruksi, transportasi, bio, dan energi) ditulis dan disebarluaskan dalam Bahasa Inggris. Untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut secara mudah, cepat, dan tepat diperlukan kemahiran berbahasa Inggris yang tinggi. Dengan kemampuan tersebut, informasi/ilmu terbaru dari negara-negara maju mudah diikuti, diperoleh, dan ditindaklanjuti untuk kepentingan pembangunan nasional. Mengingat terbatasnya kemampuan berbahasa Inggris di satu pihak dan pentingnya penguasaan bahasa tersebut di sisi lain, perlu dikembangkan pembelajaran Bahasa Inggris yang efektif dan efisien agar penguasaan bahasa Inggris menjadi tinggi.

B. Alternatif Peningkatan Mutu Pembelajaran Bahasa Inggris

Kekurangberhasilan pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah, termasuk di SMP yang diindikasikan oleh rendahnya kemampuan berbahasa Inggris lulusan disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain adalah kurangnya pelajaran bahasa Inggris terhadap siswa, kurang bermaknanya pembelajaran bahasa Inggris bagi siswa, dan terbatasnya kesempatan siswa untuk berinteraksi dalam bahasa Inggris untuk mengkomunikasikan gagasan, perasaan, dan pengalaman riil dalam kehidupan sehari-hari. Comprehensible input, comprehensible output, dan interaksi yang memadai merupakan syarat terjadinya pembelajaran bahasa (lihat misalnya Krashen, 1985; Lightbown, 1985; Swain, 1993; Swain dan Lapkin, 1995; dan Long, 1981). Disamping itu, kemampuan berbahasa Inggris guru yang terbatas, sarana/prasarana pembelajaran bahasa Inggris yang kurang memadai, dan lingkungan (baik kultural dan sosial) yang kurang mendukung juga berkontribusi terhadap kurang suksesnya pembelajaran bahasa Inggris di sekolah.

Sejak tahun delapan puluhan telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan peningkatan mutu pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia. Upaya itu antara lain dilakukan melalui pembaharuan kurikulum, pengimplementasian pendekatan pembelajaran komunikatif, pengembangan contextual teaching and learning, pengadaan sarana/prasarana pembelajaran, pengembangan materi pembelajaran, pelatihan guru, dan sebagainya.

Namun demikian, upaya-upaya tersebut nampaknya belum dapat secara signifikan meningkatkan mutu proses pembelajaran tidak dapat meningkatkan penguasaan Bahasa Ing kuantitas serta kualitas pajanan bahasa Inggris terhadap peserta didik tetap saja belum memadai, pembelajaran masih kurang bermakna, dan kesempatan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa target tetap saja sangat terbatas. Mengingat hal tersebut, perlu dikembangkan inovasi pembelajaran bahasa Inggris yang dapat mengatasi tantangan-tantangan tersebut.

Ada sejumlah pendekatan pembelajaran bahasa yang bersifat inovatif yang berpotensi bisa untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa Inggris, misalnya Whole Language Approach (Blanton, 1992), Content-Based Second Language Instruction (Brinton, Snow and Wesche, 1989), Text-Based Syllabus Design (Feez, 1998), and Task-Based Language Instruction (for examples Prabhu, 1987; Nunan, 1989; Crookes and Gass, 1993; Willis, 1996; Skehan, 1996). Namun demikian, implementasi dari berbagai pendekatan tersebut tidak selalu dapat menjamin terciptanya proses pembelajaran yang secara signifikan dapat meningkatkan penguasaan bahasa Inggris lulusan.

Salah satu model pembelajaran bahasa ke dua atau bahasa asing yang telah terbukti secara efektif dan efisien dapat meningkatkan penguasaan bahasa Inggris lulusan adalah Program Imersi (Johnson dan Swain, 1998). Dalam program ini, bahasa yang ditargetkan untuk dikuasai oleh siswa dipakai sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran mata pelajaran umum di sekolah, misalnya Matematika, Sains, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan Kesenian. Program Imersi ini telah berhasil diimplementasikan di berbagai negara, antara lain Kanada, Singapura, Hongkong, Australia, Finlandia, dan Afrika Selatan dengan tujuan dan cara penerapan yang berbeda-beda. Di Indonesia, penerapan Program Imersi dapat ditemui di berbagai pondok pesantren yang menggunakan bahasa Arab sebagai medium pembelajaran.

Berdasarkan pengalaman berbagai negara yang menerapkan Program Imersi. Kemahiran bahasa asing lulusan program imersi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan program regular (Johnson dan Swain, 1998). Mempertimbangkan hal tersebut, pemerintah melalui Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama mengembangkan pembelajaran Matematika dan Sains (MIPA) dalam bahasa Inggris di SMP yang biasa disebut pembelajaran MIPA bilingual. Melalui program ini pajanan bahasa Inggris terhadap siswa diharapkan meningkat secara signifikan, Pembelajaran Bahasa Inggris yang bermakna tercipta karena siswa harus mempelajari materi yang memang harus mereka kuasai dalam Bahasa Inggris. Peluang yang luas bagi siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris tercipta karena proses pembelajaran berlangsung dalam Bahasa Inggris. Melalui Program Bilingual ini diharapkan lulusan SMP memiliki kemahiran Bahasa Inggris yang memadai untuk dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara lisan dan tertulis dengan baik dalam bidang matematika dan sains, dan siap mengikuti pelajaran MIPA pada tingkat pendidikan selanjutnya dengan baik.

C. Pengertian dan Tujuan Pembelajaran MIPA dalam Bahasa Inggris di SMP

Yang dimaksud dengan pembelajaran MIPA dalam bahasa Inggris adalah pembelajaran yang materi pembelajaran, proses belajar mengajar, dan penilaiannya disampaikan dalam bahasa Inggris. Pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris ini menggunakan kurikulum nasional yang berlaku. Kurikulum nasional yang dimaksud adalah Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Dengan demikian, pengembangan silabus, materi, dan sistem penilaian pada pembelajaran ini juga mengacu pada kurikulum dan pendekatan pembelajaran tersebut.

Namun demikian, meskipun Kurikulum 2004 digunakan sebagai acuannya, sekolah dapat menambah, memperluas, dan memperdalam kurikulum yang berlaku sesuai dengan perkembangan internasional dalam bidang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan tetap memperhatikan nilai-nilai dan budaya Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam Pedoman Pengembangan Pembelajaran Matematika dan IPA dalam Bahasa Inggris (2005), pembelajaran MIPA dalam bahasa Inggris terutama bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tinggi dalam Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sesuai dengan perkembangan ilmu-ilmu tersebut sekaligus menghasilkan lulusan yang memiliki kemahiran berbahasa Inggris yang tinggi.

D. Tahapan Pengembangan Pembelajaran MIPA dalam Bahasa Inggris

Implementasi pembelajaran MIPA Bilingual di SMP dengan dukungan oleh Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama dimulai pada tahun ajaran 2004/2005 secara terbatas di 31 SMP Koalisi Nasional. Masing-masing sekolah menyelenggarakan pembelajaran dalam bahasa Inggris bagi satu atau dua kelas tergantung pada kesiapan siswa dan sekolah. Sekolah Koalisi nasional ditetapkan sebagai perintis pengembangan pembelajaran MIPA dalam bahasa Inggris karena sekolah ini pada umumnya memiliki modal yang sangat potensial dalam hal input, proses, dan output pendidikan. Dalam hal input, sekolah-sekolah Koalisi Nasional pada umumnya memiliki tenaga pendidik, khususnya guru Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, dengan kemampuan berbahasa Inggris yang memadai, fasilitas pendukung proses belajar mengajar yang cukup, kesiapan siswa dan orang tua siswa yang tinggi, dana yang cukup, dan Komite Sekolah yang mendukung.

Ditinjau dari segi proses Sekolah Koalisi Nasional pada umumnya memiliki proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Dalam hal output, sekolah Koalisi Nasional memiliki prestasi akademik dan non akademik yang melebihi rata-rata prestasi SMP umumnya. Selain itu, sekolah Koalisi Nasional juga menunjukkan komitmen yang tinggi untuk maju sebagaimana diindikasikan oleh antusiasme, semangat, tanggung jawab, dedikasi, dukungan moral dan intelektual yang telah ditunjukan oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga administrativ.

Dimasa yang akan datang, implementasi program ini dapat dilaksanakan secara mandiri sekolah-sekolah lainnya yang memiliki kemampuan, kesanggupan dan keunggulan minimal sama seperti pada sekolah koalisi seperti yang sudah diuraikan di atas. Contohnya, jika Sekolah Standar Nasional (SSN) merasa memiliki kesiapan-kesiapan seperti yang diuraikan tersebut di atas, maka sekolah tersebut berpotensi dapat melaksanakan program ini. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama akan membantu sekolah tersebut dengan satu set materi pembelajaran dan pelatihan guru.

E. Pelaksanaan Pembelajaran MIPA dalam Bahasa Inggris di SMP

Pengembangan pembelajaran MIPA dalam bahasa Inggris di SMP dimulai pada tahun 2003. Direktorat PLP mengembangkan materi dan multi-media pembelajaran bekerjasama dengan sejumlah pakar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan guru MIPA SMP. Model pembelajaran juga dikembangkan, pelatihan guru MIPA dalam bahasa Inggris dan metode pembelajaran juga diselenggarakan.

Dalam pelaksanaannya, intensitas penggunaan bahasa Inggris di kelas bervariasi dari sekolah satu dengan sekolah lainnya tergantung pada kesiapan siswa dan guru. Pada semester satu bahasa pengantar biasanya masih didominasi oleh bahasa Indonesia. Pada semester dua, penggunaan bahasa Inggris baik oleh guru maupun siswa semakin banyak walaupun bahasa Indonesia masih digunakan. Dari waktu ke waktu, seiring dengan meningkatnya kemampuan bahasa Inggris guru dan siswa, prosentase penggunaan bahasa Inggris semakin meningkat. Dari data yang dikumpulkan dari berbagai sekolah, dalam hal bahasa Inggris siswa lebih siap dibandingkan dengan guru.

Hasil pemantauan di lapangan selama ini menunjukkan bahwa pembelajaran MIPA dalam bahasa Inggris berjalan dengan cukup baik. Penguasaan kompetensi bidang studi Bilingual siswa pada umumnya sebanding dengan penguasaan siswa reguler, dan kemampuan bahasa Inggris siswa program bilingual jauh lebih baik dibandingkan dengan kemampuan siswa regular. Supervisi klinis yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa banyak guru mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya. Kesulitan-kesulitan tersebut, disebabkan karena terbatasnya kemampuan Bahasa Inggris mereka. Keterbatasan pengembangan rencana pembelajaran, pengembangan dan pemanfaatan multi-media, pencarian sumber-sumber materi pembelajaran.

Sehubungan dengan hal tersebut, untuk membantu guru, telah dilaksanakan in-house training bagi semua guru MIPA dalam bahasa Inggris. In-house training adalah pelatihan yang pelaksanaannya bertempat di sekolah di mana guru-guru melaksanakan program Pembelajaran MIPA dalam bahasa Inggris. Program ini dilakukan bekerjasama dengan dosen dari Perguruan Tinggi setempat, yang selanjutnya disebut sebagai pendamping/fasilitator. Secara periodik pendamping dari Perguruan Tinggi melakukan kunjungan ke sekolah untuk melakukan pembimbingan dan pendampingan terhadap segala aktivitas guru dan sekolah terkait dengan pelaksanaan program. Selain itu, fasilitator kadang-kadang mengajar siswa untuk memberi model kepada guru. Frekuensi kunjungan diatur sesuai dengan kebutuhan sekolah. Dengan kegiatan ini masalah/kendala/hambatan terkait pelaksanaan program di sekolah dapat diatasi secara langsung.

F. Penutup

Pembelajaran dalam bahasa Inggris (program imersi), baru mulai dikembangkan di Indonesia. Hasil sementara menunjukkan bahwa pencapaian siswa dalam bahasa Inggris dan bidang studi menggembirakan. Selain itu, sambutan masyarakat terhadap program ini sangat positif. Namun demikian perlu diakui bahwa ada banyak kendala yang harus segera diatasi, terutama terbatasnya kemampuan guru dalam bahasa Inggris. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah agar program imersi tidak menghasilkan lulusan dengan bahasa Inggris yang tidak standar.

Partisipasi dan kerjasama dari berbagai pihak, terutama dengan perguruan tinggi dalam berbagai bentuk dan aspek, untuk mengembangkan program ini sangat diperlukan. Perguruan tinggi perlu menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan program ini. Seperti diketahui, pada saat ini guru-guru Matematika dan Guru IPA (Fisika atau Biologi) yang membina program ini di sekolah memiliki latar belakang pendidikan MIPA yang tidak disiapkan untuk mengajarkan kedua mata pelajaran tersebut dalam bahasa Inggris. Kalaupun mereka menerima mata pelajaran bahasa Inggris pada saat kuliah, itu hanya dua SKS, yang tidak cukup untuk memenuhi kompetensi yang dituntut agar dapat mengajarkan Matematika atau IPA dalam bahasa Inggris. Dengan demikian perlu dukungan dari semua universitas pencetak guru MIPA agar mempersiapkan lulusan yang tidak hanya berkompeten mengajarkan Matematika atau IPA, tetapi juga yang berkompeten mengajarkan kedua mata pelajaran tersebut dalam bahasa Inggris. (Oleh : Joko Priyana)



Rabu, 11 Februari 2009

Tutorial ke-3 di SMP Negeri 6 Semarang

Rabu, 11 Februari 2009 adalah tutorial saya yang ketiga di SMP Negeri 6 Semarang.
Pelatihan dimulai pada pukul 14.15 hingga 16.15.
Materi yang saya sampaikan adalah semua variasi PAST, yang terdiri dari kalimat aktif dan kalimat pasif.

Ada sekitar 26 slide saya siapkan pada pelatihan hari ini.
Materi saya sampaikan dengan cara sederhana sehingga mudah untuk dipahami.
Tidak lupa pula motivasi terus saya alirkan agar peserta bersemangat di dalam mengikuti pelatihan ini.

Setelah program grammar disampaikan maka selanjutnya masuk ke program simulasi.
Pada program simulasi inilah seringkali terjadi adegan-adegan lucu karena memang kebanyakan peserta mengartikan kata demi kata sehingga kadang-kadang justru menimbulkan arti yang lucu.

Tidak lupa saya memberikan penekanan bagaimana cara pengucapan yang benar.
Kalau ingin bisa mengucapkan pelafalan bahasa inggris seperti native speaker, mulut memang harus direlakan untuk ditekak-tekuk agar bisa memperoleh vocal yang prima.

Pada simulasi kali ini diperagakan ada seorang tamu yang mengunjungi ke kelas siswa dan terjadi percakapan antara tamu tersebut dengan siswa yang ada disana.

Tamu memanggil seorang siswa untuk maju ke depan kelas, menanyakan nama siswa, bagaimana perasaan mereka bersekolah disana, menanyakan bagaimana cara mereka pergi ke sekolah.
G : "Selamat pagi anak-anak !"
S : "Selamat pagi pak !"
G : "Bagaimana kabar kalian ?"
S : "Kami baik-baik saja pak"
G : "Maaf, kamu, siapa namamu ? Tolong maju ke depan kelas"
S : "Nama saya Sonny pak"
G : "Apakah kamu senang bersekolah disini ?"
S : "Ya, pak, saya senang sekali bersekolah disini"
G : "Apa cita-cita mu ?"
S : "Saya mau menjadi seorang dokter pak"
G : "Pelajaran apa yang paling kamu sukai ?"
S :"Saya paling menyukai pelajaran Fisika"
G : "Kamu ke sekolahnya naik apa ?"
S : "Saya sekolahnya jalan kaki pak"
G : "Baiklah, silahkan kamu kembali ke tempat dudukmu!"
: "Anak-anak, silahkan kalian melanjutkan pelajaran kalian"

Kemudian percakapan dilanjutkan antara tamu dan kepala sekolah yang sejak semula menemani tamu untuk melihat beberapa lokasi di sekolah tersebut.
G : "Dimana perpustakaannya ?"
H : "Di sebelah sana Pak, mari saya temani Anda"

Tidak terasa, waktu 2 jam berlalu dengan cepat. Hal ini menunjukkan bahwa antusiasme peserta cukup tinggi.
Untuk memberikan simulasi yang sesuai dengan kebutuhan para peserta memang diperlukan wawasan yang luas.
Simulasi inilah yang sebenarnya menjadi muara aplikasi dari semua pelajaran mengenai grammar yang telah disampaikan kepada para peserta.
Tutor harus mampu mengkaitkan semua grammar yang diberikan dalam percakapan sehari-hari.

Sebagai informasi tambahan, mulai tahun ajaran baru 2009/2010, SMP Negeri 6 Semarang mulai merintis untuk membuka program bilingual dan diharapkan pada tahun 2010/2011, SMP ini bisa memperoleh lisensi untuk menjalankan PROGRAM RSBI.

Sabtu, 07 Februari 2009

KENAPA GURU TIDAK PD BERBICARA DALAM BAHASA INGGRIS ?

PERCAYA DIRI
Adanya kepercayaan diri akan membuat sesuatu lebih optimal hasilnya. Percaya diri akan muncul secara otomatis apabila kita mempunyai kompetensi di bidang tertentu. Sebagai contoh misalnya apabila kita mengetahui secara tepat mengenai semua aspek fotosintesis maka kita akan menerangkan materi tersebut dengan penuh percaya diri karena memang kita mampu mengusai informasi yang berkaitan dengan hal tersebut diatas.
Sebaliknya apabila kita tidak menguasai tentang fotosintesis maka tentu saja kita merasa tidak percaya diri apabila kita ingin menjelaskan permasalahan tersebut. Selalu ada rasa ketakutan apabila nantinya ada orang yang ingin mengajukan pertanyaan mengenai hal-hal seputar fotosintesis.

Bagaimana agar kepercayaan diri bisa muncul ketika guru berbicara dalam Bahasa Inggris ?
Ada beberapa tips agar guru bisa mempunyai kepercayaan diri yang besar ketika mereka bercakap-cakap dalam Bahasa Inggris :
1. Grammar harus benar.
Mau tidak mau, suka tidak suka, Grammar adalah mutlak diperlukan. Kalau ada orang yang mengatakan bahwa Grammar itu tidak perlu, mungkin kita harus bertanya pada orang itu, "apakah Anda sudah menguasai Grammar ?". Saya yakin orang tersebut juga tidak menguasai Grammar. Jadi dia mengeluarkan statement seperti itu untuk menutupi kekurangannya.
Lalu kenapa dia bisa mengeluarkan statement seperti itu ? Karena dia ataupun orang lain merasa kesulitan dalam penguasaan Grammar. Kenapa penguasaan Grammar bisa menjadi sesulit itu ? Guru Bahasa Inggris tidak menyampaikan materinya secara sistematis. Hal ini membuat siswa menjadi kebingungan untuk membedakan antara tense yang satu dengan tense yang lain. Lagi pula, penekanan dalam pembelajaran selalu dengan lebih mengutamakan Pola-Pola Tense tersebut.
Pengalaman saya mengajar Bahasa Inggris lebih ke arah aplikatif sehingga dengan demikian peserta didik akan lebih tertarik untuk belajar karena memang apa yang dia pelajari bisa diterapkannya langsung di dalam kegiatan mereka sehari-hari. Seharusnya para guru pun harus memberikan contoh-contoh yang aplikatif sehingga murid bisa merasakan perbedaan diantara tense yang jumlahnya belasan tersebut (kalimat aktif dan pasif).

2. Kualitas Pronunciation Harus Prima
Tehnik mengucapkan kata-kata dan penyambungan kata-kata menjadi sebuah kalimat harus sebaik mungkin agar diperoleh pronunciation yang baik. Dengan trik khusus yang dipandu oleh pengajar yang berpengalaman, ternyata tidak lah sulit bagi setiap orang untuk menguasai bahasa inggris dengan kualitas vokal yang baik.
Tehnik penyambungan kata untuk menjadi sebuah kalimat memang sangat mutlak diperlukan karena kemampuan telinga kita untuk menangkap arti dari kalimat yang diucapkan oleh Native Speaker juga tergantung bagaimana kecepatan dan tehnik kita dalam melakukan pronunciation.

Kalau kedua hal tersebut diatas sudah bisa dilakukan maka rada percaya diri pasti akan muncul pada diri Anda ....

BUKAN SEKEDAR BILINGUAL

Departemen Pendidikan Nasional menetapkan 260 rintisan sekolah bertaraf internasional.
Diharapkan pada tahun 2009 tersaring minimal 112 benar­-benar menjadi SBI. Kemampuan berbahasa Inggris kepala sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sangat rendah.
Bayangkan : dari 260 kepala sekolah rintisan Sekolah Berataraf Internasional (RSBI) yang mengikuti tes bahasa Inggris, sekitar 50% nilai TOEIC (Test of English for Internasional Communication) dibawah 245 alias tingkat kemampuannya berada pada tingkat dibawah elementary. Hanya sekitar 10% kepala sekolah yang benar-benar mampu berbahasa Inggris dengan baik, yang sebagian besar berlatarbelakang sarjana pendidikan bahasa Inggris.
“Inilah fakta yang kami temukan di lapangan. Tidak usah kami tutup-tutupi. Justru hal ini menjadi tantangan kami ke depan : bagaimana kemampuan bahasa Inggris mereka. Namanya saja SBI, kalau kemampuan bahasa Inggris kepala sekolahnya kacau kan tidak lucu,” kata Surya Dharma, MPA, PhD, Direktur Tenaga Kependidikan, Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Depdiknas.
Direktorat Tenaga Kependidikan memang punya tugas ekstra berat buat mendongkrak kualitas para kepala sekolah, khususnya kepala rintisan SBI. Keberadaan SBI ditegaskan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Rintisan SBI sudah bermunculan di Tanah Air sejak 2005. Namun, pedoman penjaminan mutu SBI, baik jenjang pendidikan dasar dan menengah, baru keluar pada tahun 2007 lalu.
Buku Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, yang ditandatangani Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, memang baru digulirkan pada 27 Juni 2007. Menurut pedoman, SBI merupakan sekolah/Madrasah yang sudah memiliki seluruh standar nasional pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu Negara anggota OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) dan/atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
SNP terdiri dari delapan komponen, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian. Otomatis, pemenuhan delapan standar nasional pendidikan itu mutlak dipenuhi oleh SBI, sebelum menambah standar pendidikan internasional dari negara-negara anggota OECD atau negara maju lain.
Yang menjadi cirri khas SBI, proses pembelajaran mata pelajaran kelompok sains harus menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (bilingual). Selain itu, kegiatan pembelajaran harus berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Oleh karena itu, setiap ruang kelas harus dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK. Perpustakaan sekolah juga harus dilengkapi sarana digital yang memungkinkan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia.
Sebagai perbandingan, di Turki setiap guru punya satu laptop. “Di sekolah-sekolah rintisan SBI kalau kepala sekolahnya bias mengoperasikan computer dengan baik saja sudah bagus. Kemampuan IT mereka memang belum kita petakan,” kata Surya Dharma.
Buku pedoman tersebut juga menegaskan bahwa guru matapelajaran kelompok sains harus mampu berbahasa Inggris dengan baik. “Kepala sekolah/madrasah SBI selain dituntut lancar berbahasa Inggris, kualifikasi pendidikannya minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya berkualifikasi A, dan telah menempuh pelatihan kepala sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh pemerintah,” kata Surya Dharma menambahkan.
Direktorat Tendik pun segera melakukan pembinaan kepala SBI, khususnya memperbaiki kemampuan bahasa Inggris mereka. TOEIC sudah berupa program atau materi-materi pembelajaran bahasa Inggris yang bias dipelajari sendiri oleh kepala sekolah.
BELAJAR KE TURKI DAN SINGAPURA
Direktorat Tendik juga telah menyalurkan dana block grant ke sekolah-sekolah rintisan SBI, masing-masing Rp 100 juta. Dana itu diharapkan mampu menggairahkan kepala sekolah meningkatkan kualitasnya. Selain itu, kepala sekolah juga dikirim ke luar negeri, yakni ke Turki, Malaysia, dan Singapura, sekitar dua pekan. Setidaknya, ada 100 kepala sekolah yang telah belajar di National Institute of Education (NIE) di Singapura, November 2007 lalu.
Kepala sekolah yang dikirim ke Turki sebanyak 50 orang. Pengiriman kepala sekolah ke Turki tersebut atas saran Menteri Pendidikan Nasional. Indonesia sendiri memang telah menjalin kerjasama peningkatan mutu pendidikan dengan Turki. Selain itu, menurut Mendiknas, Turki merupakan satu-satunya Negara yang bisa dijadikan contoh tentang besarnya perhatian masyarakat bisnis terhadap pendidikan. Pebisnis menyisihkan sebagian pendapatan untuk membangun pendidikan.
Di Turki, para kepala sekolah mengikuti kegiatan seminar selama enam hari. Seminar membahas tentang sistem pendidikan di Turki, kurikulum, sistem pembelajaran, sistem pengawasan sekolah, dan upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu guru dan kepala sekolah. Sayangnya, dari 50 kepala sekolah yang dikirim ke sana, hanya dua orang yang bisa berbahasa Inggris dengan baik.
Menurut Surya Dharma, pengiriman kepala sekolah ke luar negeri itu mempunyai banyak manfaat. Pertama, meningkatkan rasa percaya diri kepala sekolah. Dengan melihat langsung penyelenggaraan pendidikan di negara-negara tersebut, Direktorat Tendik berharap, para kepala sekolah menjadi lebih percaya diri dan termotivasi untuk meningkatkan mutu sekolahnya agar bisa bersaing dengan sekolah-sekolah berkelas dunia.
Kedua, mengambil sisi-sisi positif dari kegiatan pembelajaran. Di Turki, misalnya, para kepala sekolah melihat pelaksanaan pembelajaran di sana, melihat langsung kegiatan moving class, aktivitas organisasi semacam MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) dan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah). Mereka juga melihat, setelah jam pelajaran sekolah usai, guru-guru di sana masih tinggal di sekolah sampai sore untuk mendiskusikan persoalan-persoalan yang muncul pada hari itu.
Ketiga, meningkatkan hubungan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat. Turki merupakan contoh sangat baik tentang kedekatan hubungan antara sekolah dengan orang tua siswa dan masyarakat sekitar sekolah. Bahkan sekolah menyediakan kamera monitor yang bisa diakses oleh orang tua siswa dari rumahnya. “Orang tua di rumah bisa tahu anaknya di sekolah sedang melakukan kegiatan apa, di dalam kelas aktif atau tidak,” kata Surya Dharma. Artinya, orang tua bisa ikut mengawasi jalannya kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, guru juga tidak bisa berbuat macam-macam. Guru-guru pun memperlakukan siswa-siswanya dengan sangat baik.
Menurut Surya Dharma, persoalan SBI bukan hanya menyangkut kelengkapan gedung, melainkan persoalan mind set atau pola pikir kepala sekolah. Mereka yang telah ke luar negeri bisa bertambah wawasan internasionalnya. Cakrawala dan paradigma tentang kepemimpinan maupun kegiatan pembelajaran diharapkan berubah menjadi lebih baik.
Beban memang bukan menjadi tanggung jawab di pundak Direktorat Tendik. Direktorat Profesi yang membawahi guru-guru jelas punya pekerjaan rumah yang sama beratnya. Sudah terbayang, jika kemampuan bahasa Inggris kepala rintisan SBI saja buruk, bagaimana dengan guru-gurunya, terutama guru matematika dan sains yang harus mengajarkan dalam dua bahasa? “Apa betul guru-guru matematika dan IPA di RSBI itu memiliki kemampuan bahasa Inggris yang memadai. Jangan-jangan mereka malah stress,” kata Surya Dharma.

Menyoal RSBI

Buku Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, yang ditandatangani Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, memang baru digulirkan pada 27 Juni 2007. Menurut pedoman, SBI merupakan sekolah/Madrasah yang sudah memiliki seluruh standar nasional pendidikan (SNP) dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu Negara anggota OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) dan/atau Negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, sehingga memiliki daya saing di forum internasional.
SNP terdiri dari delapan komponen, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian. Otomatis, pemenuhan delapan standar nasional pendidikan itu mutlak dipenuhi oleh SBI, sebelum menambah standar pendidikan internasional dari negara-negara anggota OECD atau negara maju lain.
Yang menjadi cirri khas SBI, proses pembelajaran mata pelajaran kelompok sains harus menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (bilingual). Selain itu, kegiatan pembelajaran harus berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Oleh karena itu, setiap ruang kelas harus dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK. Perpustakaan sekolah juga harus dilengkapi sarana digital yang memungkinkan akses ke sumber pembelajaran berbasis TIK di seluruh dunia.
Sebagai perbandingan, di Turki setiap guru punya satu laptop. “Di sekolah-sekolah rintisan SBI kalau kepala sekolahnya bias mengoperasikan computer dengan baik saja sudah bagus. Kemampuan IT mereka memang belum kita petakan,” kata Surya Dharma.
Buku pedoman tersebut juga menegaskan bahwa guru matapelajaran kelompok sains harus mampu berbahasa Inggris dengan baik. “Kepala sekolah/madrasah SBI selain dituntut lancar berbahasa Inggris, kualifikasi pendidikannya minimal S2 dari perguruan tinggi yang program studinya berkualifikasi A, dan telah menempuh pelatihan kepala sekolah dari lembaga pelatihan kepala sekolah yang diakui oleh pemerintah,” kata Surya Dharma menambahkan.
Direktorat Tendik pun segera melakukan pembinaan kepala SBI, khususnya memperbaiki kemampuan bahasa Inggris mereka. TOEIC sudah berupa program atau materi-materi pembelajaran bahasa Inggris yang bias dipelajari sendiri oleh kepala sekolah.

Kamis, 05 Februari 2009

Ratusan Juta Per Tahun

Saya dengan informasinya bahwa pemerintah mengucurkan dana yang sangat besar untuk mensukseskan program sekolah RSBI. Katanya bisa mencapai ratusan juta rupiah per tahun. Dana tersebut sebagian digunakan untuk meningkatkan kualitas guru RSBI. Salah satunya adalah untuk peningkatan kemampuan percakapan bahasa inggris para guru bidang studi.
Akan sangat bijaksana apabila para kepala sekolah RSBI bisa mengupayakan agar para gurunya bisa melakukan percakapan bahasa inggris di depan kelas.

SIAPA TUTOR YANG TEPAT
Banyak dosen dan professor yang diundang untuk memberikan pelatihan bahasa inggris kepada para guru. Status yang berbeda jauh membuat para guru agak sungkan dalam berinteraksi dengat tutor tersebut. Mereka mengikuti program pelatihan tersebut dengan rasa takut. Akhirnya mereka merasa stress dan tidak enjoy mengikuti pelatihan tersebut.

Dari sisi TUTORnya yang terpenting adalah mereka sudah memberikan materi pelatihan. Mengenai nantinya mereka paham atau tidak, dipersilahkan untuk mendalami sendiri.

Sekarang kalau pihak sekolah mengundang tutor dari lembaga kursus Bahasa Inggris. Kebanyakan tutornya tidak mengetahui kondisi sesungguhnya di dalam kelas, di sekolah kita masing-masing. Contoh-contoh yang diberikan tidak bisa aplikatif sehingga sebetulnya 40 % nya adalah sia-sia.

LALU SIAPA TUTOR YANG TEPAT
Tutor yang tepat buat mereka adalah tutor yang setingkat dengan mereka, yang menguasai betul KBM di dalam kelas. Mereka itu adalah para guru, tetapi harus guru yang mempunyai kemampuan penguasaan materi pelajaran dan sekaligus juga harus mempunyai tingkat pronunciation tinggi.

Kemampuan pronunciation yang tinggi ini sangat diperlukan untuk meningkatkan rasa percaya diri bagi peserta pelatihan.
Seseorang yang mempunyai tingkat pronunciation yang tinggi akan mempunyai rasa percaya diri yang besar untuk berani berkomunikasi dengan menggunakan bahasa inggris di muka umum.

Anda punya komentar dan saran ? Silahkan kirim email ke : sudarmanrianto@gmail.com

Tutorial I di SMP Negeri 6 Semarang

Memberikan Pelatihan di SMP Negeri 6 ini sesungguhnya adalah tugas berat dan sekaligus sebuah tantangan untuk saya.
Kenapa ?
Mari kita lihat. Silahkan Anda bertanya di lembaga kursus bahasa inggris manapun. Untuk mencapai tingkat conversation rata-rata diperlukan 5 hingga 10 level, dimana setiap levelnya membutuhkan waktu rata-rata 3 bulan dengan durasi 2 x seminggu.

Saya harus berupaya dengan keras untuk memberikan pelatihan ini kepada mereka dengan durasi hanya 10 x 2 jam. Doa kan ya semoga berhasil ... Amien ...

Hari ini, Rabu, 29 Januari 2009 adalah hari pertama saya memberikan pelatihan di SMP Negeri 6 Semarang.
Ada 6 peserta yang mengikuti pelatihan hari ini yaitu : Ibu Andi, Ibu Yustina, Ibu Nunik, Ibu Hari, Ibu Siska, Ibu Tuti, Ibu Yanti dan Bp. Sutikno.

Materi yang saya sampaikan pada saat ini adalah materi grammar dasar dan saya juga mengecek pemahaman-pemahaman dasar yang telah mereka miliki, seperti pengetahuan mengenai :
Angka, hari, bulan, pengucapan tahun, kata ganti orang, kata ganti milik dan greeting.

SIMULASI
Setelah menyampaikan materi-materi dasar dan pengecekan kemampuan peserta maka segera lah dimulai pada bagian yang paling menarik dari pelatihan ini, yaitu simulasi dari keadaan nyata yang dihadapi peserta sehari-hari.

Dalam penyampaian simulasi ini kita harus berhati-hati jangan sampai peserta merasa takut lalu menjadi beban bagi mereka. Saya harus meyakinkan berkali-kali kepada mereka bahwa sebetulnya latihan ini adalah untuk kemajuan mereka dan saya ini adalah teman-teman mereka yang akan membantu mereka agar bisa dengan cepat menguasai percakapan bahasa inggris. Setelah pendekatan bisa saya lakukan dengan sangat baik, maka saya bisa menjalankan SIMULASI ini dengan lancar dan peserta merasa senang.

Dari semua yang saya siapkan hanya 1 kali pertemuan per minggu, mereka minta menjadi 2 kali per minggu. Ini menunjukan pendekatan yang saya lakukan kepada mereka berhasil dan mereka merasa enjoy untuk belajar di pelatihan ini.

PENGALAMAN LUCU :
Berikut saya sampaikan dan sekaligus membuktikan bahwa ternyata kita juga bisa menjadi guru yang lucu, lihatlah percakapan simulasi yang saya berikan di bawah ini :

X (Guest, he knocks the door) = Good morning !
Y (Teacher) = Good morning, please come in ! The door is not key !

Si guru sebetulnya mau bilang begini :
"Selamat pagi, silahkan masuk ! Pintunya tidak terkunci !"

Selama ini yang kita ketahui KUNCI = KEY jadi tinggal dimasukkan aja PINTUNYA TIDAK TERKUNCI = THE DOOR IS NOT KEY.

Itu mah ... artinya :...Silahkan masuk Tuan ! Pintunya bukan anak kunci koq ....?
Akhirnya peserta pelatihan ketawa semua ....
Sekaligus rekreasi dong ...

Mau memberikan masukan, komentar, silahkan layangkan email Anda di :
sudarmanrianto@gmail.com

Pengalaman Pertamaku

Sebagai Wakil Ketua MGMP IPA SMP Kota Semarang untuk Periode 2007 - 2009, pada bulan Desember 2008 kami memperoleh Block Grant untuk mengadakan workshop guna meningkatkan kemampuan guru IPA SMA se-Kota Semarang dari LPMP Jateng.

Setelah begitu lama saya menanti kesempatan ini maka pintu itu akhirnya sedikit terbuka. Di bulan Desember 2008 pada saat saya dan rekan-rekan mengadakan workshop untuk guru-guru IPA SMP se-Kota Semarang di SMP Negeri 40, Jl. Suyudono Semarang, kami kedatangan seorang nara sumber. Saya belum pernah ketemu dengan beliau. Dalam penyampaian materinya beliau sering mencampurnya dengan menggunakan Bahasa Inggris. Jujur saja saya belum pernah menemukan pembicara yang menguasai dalam percakapan bahasa inggris seperti pemateri tersebut. Saya semakin tertarik untuk mengikuti materinya dan akhirnya saya memperoleh kesempatan untuk mengemukakan pendapat dengan menggunakan Bahasa Inggris. Pada moment inilah sepertinya rekan-rekan guru IPA mulai ada yang tahu kalau saya sedikit bisa berbahasa Inggris.
Belakangan baru saya tahu bahwa beliau adalah seorang dosen di Unnes dan sekaligus sebagai konsultan sekolah RSBI di Jawa Tengah. Akhirnya saya tertarik juga untuk melamar sebagai asisten beliau untuk sharing pengalaman nantinya dengan guru-guru sekolah RSBI di Jawa Tengah.

Setelah itu saya bertemu dengan seorang rekan guru dari SMP Negeri 6 Semarang, masih mudah tetapi sungguh luar biasa dengan usianya yang muda tersebut ternyata beliau sudah menyelesaikan gelar S-2 nya. Luar biasa.

Beliau mengadakan pendekatan di sekolah yang bersangkutan, mencoba menanyakan kepada rekan-rekannya, siapa saja yang tertarik untuk belajar Bahasa Inggris. Akhirnya diperolehnya sejumlah nama yang bersedia ikut dalam pelatihan tersebut.

KENAPA DIMATA SAYA MEREKA INI ADALAH GURU-GURU YANG LUAR BIASA ?
Alasannya sederhana saja. Mereka melakukan iuran alias bayar sendiri untuk bisa mengikuti pelatihan yang saya berikan ini.
Dengan inisiatif mereka yang seperti ini membuat saya harus betul-betul ekstra keras untuk bisa menjadikan bahasa inggris mereka berkembang dengan sangat pesat.

APA KOMITMEN SAYA KEPADA MEREKA ?
Saya ingin menjadi guru-guru di SMP Negeri 6 Semarang adalah guru yang terbaik dilihat dari sisi penyampaian materi pelajarannya dengan menggunakan Bahasa Inggris. Kalau bisa, saya akan membuat mereka bisa mengalahkan guru-guru yang saat ini sudah mengajar di sekolah RSBI.