Sabtu, 28 Februari 2009

MENGANTISIPASI KEGAGALAN RSBI

PROGRAM Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) lahir didasarkan pada ketentuan undang-undang sistem pendidikan nasional (UU no 20 tahun 2003) pasal 50 ayat 3 yang menyatakan pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Untuk memenuhi ketentuan ini, depdiknas khususnya direktorat jenderal manajemen pendidikan dasar dan menengah telah merintis beberapa sekolah yang diharapkan mampu menerapkan standar mutu menuju sekolah bertaraf internasional.Sekolah bertaraf internasional (SBI) adalah sekolah yang memenuhi standar nasional pendidikan (SNP) serta mempunyai keunggulan yang merujuk pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation Development (OECD) dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional. Secara singkat rumus SBI= SNP+X. Unsur X mencakup adoptif dan adaptif kurikulum berstandar internasional.Selama ini, direktorat menunjuk sekolah-sekolah yang dianggap unggul di tingkat kabupaten/kota dicoba sebagai sekolah rintisan menuju sekolah bertaraf internasional. Harapannya, sekolah unggul ini mampu memenuhi kriteria standar nasional pendidikan (SNP) secara mantap sehingga tinggal mengembangkan unsur X-nya saja. RSBI agar benar-benar menjadi SBI diberi kesempatan menyiapkan dirinya selama lima tahun. Tahun 2008 ini sudah menjadi rintisan tahun yang ketiga, sehingga untuk melepas huruf ‘R’ yakni status rintisan tinggal dua tahun lagi.Hasil evaluasi RSBI, khususnya tingkat SMA tahun 2008 belum menghasilkan produk yang memuaskan. Dari 196 sekolah yang ditunjuk level A sebanyak 33 sekolah (16,6 persen), level B 149 (75,2 persen) dan level C 16 (8,2 persen). Kinerja sekolah hasil evaluasi tahun 2008 pada sembilan pilar mutu masih jauh dari standar yang diharapkan. Komponen dan aspek pengelolaan 78,06 persen, akreditasi 48,10 persen, kurikulum 72,74 persen, proses pembelajaran 74,40 persen, penilaian 69,33 persen, pendidik 71,68 persen, tenaga kependidikan 69, 02 persen, sarana dan prasarana 73, 41 persen dan pembiayaan 71,94 persen.Target kinerja program ini selama lima tahun dari sekolah yang ditunjuk telah memenuhi SNP 100 persen, meraih akreditasi A dengan predikat amat baik dengan nilai minimal 95. Sekolah mampu meluluskan 100 persen dengan nilai rata-rata di atas standar nasional. Selain itu sekolah mampu menerapkan manajemen berstandar ISO, 100 SMA telah meraih prestasi tertentu dalam kompetisi tingkat internasional, 75 persen dari seluruh jumlah lulusan sekolah rintisan ini masuk perguruan tinggi bertaraf internasional baik di dalam maupun di luar negeri.Melihat target program dengan hasil yang telah dicapai selama tiga tahun ini, sekolah rintisan akan memikul beban yang tidak ringan. Persoalan yang dihadapi RSBI menyangkut berbagai aspek. Meskipun baru menerapkan bidang IPA, namun bila dituntut harus berbasis ICT, menggunakan pengantar bahasa Inggris bukan pekerjaan yang ringan. Menyadari tinggal dua tahun lagi, maka sekolah rintisan harus berani mengoptimalkan fungsi komponen RSBI yang ada di sekolah. Pemenuhan sarana dan prasarana pembelajaran sudah menjadi keharusan wajib bagi setiap guru MIPA dan bahasa Inggris. Tersedianya fasilitas laboratorium, laptop bagi setiap guru MIPA sudah menjadi keharusan bila tidak ingin ke-tinggalan. Pemberdayaan guru, sekaligus perhatian kesejahteraan tampaknya tidak dapat ditunda-tunda lagi. Sangat dikawatirkan bila kinerja kru RSBI tidak maksimal, program yang telah menelan dana miliaran rupiah ini akan berhenti di tengah jalan atau bahkan gagal total.Relokasi RSBI kini semakin gencar dikumandangkan. Namun sekolah yang dianggap unggul di daerah, ada wacana menarik RSBI. Bahkan akan berhasil bila pemerintah daerah (kabupaten/kota) berani merelokasi rintisan sekolah bertaraf internasional di daerahnya. Ini berarti pemerintah kabupaten/kota harus membangun unit satuan pendidikan yang serba baru. Lokasi, luas bangunan, gedung, sarana, tenaga pendidik, tata usaha dan seluruh komponen yang terkait dengan RSBI harus benar-benar baru dan siap.Bila hal ini ditempuh, sangat mungkin penyediaan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dapat diseleksi secara ketat. Selama ini kelemahan RSBI tidak sekadar berkutat pada sarana dan prasarana, namun lebih banyak pada kurangnya penyediaan SDM yang handal di masing-masing sekolah rintisan. Untuk menggapai label SBI memang bukan pekerjaan gampang. Selain lokasi sekolah yang luas dan memadai, kebutuhan sarana sekolah, entah itu perpustakaan, laboratorium, SDM memang harus benar-benar bermutu tinggi. Hal yang yang tidak boleh diabaikan menyangkut soal manajemen yang transparan, sehat dan obyektif.Menyadari pentingnya kualitas SDM merupakan kunci pokok keberhasilan SBI, maka sa-ngat perlu ditempuh penjaring-an secara ketat dan obyektif. Pengangkatan guru dan kepala sekolah harus benar-benar berdasar prestasi kerja, kemampuan dan tingkat profesionalitasnya. Budaya comot harus ditinggal jauh-jauh bila menghendaki SBI dapat terwujud.Menyadari waktu sekolah rintisan tinggal sebentar, maka seluruh komponen pendidikan harus berani kerja keras untuk mampu mewujudkan kriteria yang telah ditentukan. Dan bila tidak, kegagalan ada di depan kita. (*)

*Oleh: Kusmin
Guru SMA 1 Salatiga